Kapan Anak Mulai Sekolah
  1. Home
  2. Kapan Anak Mulai Sekolah?
icon user

Rumah Dandelion Official

Remaja

Kapan Anak Mulai Sekolah?

Sebelumnya kita samakan persepsi dulu. Yang dimaksud dengan "sekolah" dalam artikel ini adalah proses belajar dimana anak mengikuti serangkaian kegiatan di suatu lembaga, secara berkesinambungan, dan tanpa pendampingan orangtua. Jadi, kalau kelas-kelas aktivitas yang sesekali saja dan bersama orang tua, tidak menjadi cakupan bahasan kali ini ya.

Kapan Anak Butuh Sekolah?

Hal pertama yang perlu diperhatikan sebelum memutuskan kapan anak sekolah adalah apakah anak butuh? Bagi saya, anak usia dini butuh sekolah bila di rumah tidak ada yang bisa menjaga dan memberikan stimulasi sesuai usia, mengingat lima tahun pertama adalah masa-masa emas yang kritikal untuk perkembangan anak ke depannya. Iya, idealnya memang orang tua sebagai pengasuh utama anak yang melakukan pemberian stimulasi tersebut di rumah. Namun, kita tidak hidup di dunia ideal, bukan? Setiap keluarga punya dinamikanya masing-masing.

Jika dengan kegiatan bermain sehari-hari, tanpa masuk sekolah, anak telah berkembang secara optimal sesuai usianya, maka tidak perlu kok bersekolah. Jadi, jangan juga memutuskan anak butuh sekolah karena merasa tertekan “duh sepertinya anak teman-teman saya semua sudah sekolah, masa anak saya ga sekolah sendiri?” PR kita sebagai orangtua adalah memantau perkembangan anak, apakah sudah on track dan semua milestones perkembangan sudah tercapai.

Apakah Anak Siap Sekolah?

Bila merasa anak memang butuh sekolah, pertanyaan selanjutnya adalah apakah anak siap sekolah? Kesiapan sekolah ini berbeda-beda untuk setiap tingkatan. Kita saja sampai usia dewasa ini bisa juga loh belum siap sekolah, kalau tiba-tiba ditawarkan lanjut S2 atau S3 apakah kita akan langsung menjawab "ya"?

Pembahasan kali ini akan berfokus pada tanda-tanda anak siap sekolah untuk usia tingkat kelompok bermain (playgroup) dan taman kanak-kanak. Kesiapan sekolah meliputi berbagai aspek, antara lain kognitif, bahasa, personal-sosial, dan motorik.

Contoh kesiapan sekolah di aspek personal-sosial untuk tingkat kelompok bermain adalah mampu berpisah dari orang tua selama 1 - 3 jam, secara mandiri memilih dan memulai suatu aktivitas, serta mengutarakan apa yang ia mau. Sementara itu, kesiapan sekolah untuk tingkat taman kanak-kanak sudah lebih tinggi, seperti kemampuan mengikuti arahan (termasuk menghentikan kegiatan saat diminta), bertahan dalam satu aktivitas, bermain bersama teman secara kooperatif sekitar 20 menit, serta secara mandiri makan dan ganti baju.

Bagaimana Memilih Sekolah?

Tidak ada satupun sekolah yang sempurna, yang ada adalah apa sekolah tersebut cocok dengan karakter anak kita, dengan value yang kita anut, dan punya kualitas yang kita anggap sebagai prioritas.

Kalau anak kita tipe yang butuh banyak bergerak, cari sekolah yang menggunakan pembelajaran aktif. Sekolah alam, Montessori, atau sekolah yang ruang kelasnya luas serta tidak mengharuskan anak selalu duduk, akan lebih sesuai. Bila ia masuk ke sekolah yang menuntut anak duduk diam dengan setting kelas bangku berjejer tanpa ruang gerak serta kegiatan belajar yang lebih sering berupa worksheet, bisa-bisa ia frustrasi di sekolah dan mendapat label ‘anak nakal’.

Orang tua perlu lebih dulu mengenali value pendidikan yang dimilikinya, kemudian menentukan mana sekolah yang paling sesuai berdasarkan prioritas hal yang dirasa paling penting dan tidak boleh ditawar-tawar. Sekali lagi, hal ini bisa sangat berbeda ya di tiap keluarga. Sebagai contoh, lebih condong kemanakah kita:

  • Sekolah dengan sistem yang seragam untuk setiap anak vs memberikan kebebasan pada anak untuk berkreasi sesuai karakter masing-masing

  • Sekolah yang menumbuhkan minat calistung vs yang mengajarkan supaya anak bisa calistung sejak dini agar mudah diterima di berbagai SD

  • Sekolah yang menggunakan nilai dan ranking untuk evaluasi hasil belajar vs penjabaran dalam bentuk uraian

  • Sekolah yang berbasis agama tertentu (sectarian school) vs mengajarkan agama di periode pelajaran tertentu

  • Sekolah dengan pengantar bahasa Indonesia vs bilingual

Saat memilih sekolah, orang tua pun perlu memperhatikan hal-hal teknis seperti jarak sekolah dengan rumah serta biaya pendidikan. Jangan sampai ada sekolah yang bagus sekali dan cocok dengan value yang diinginkan, namun waktu tempuh 1,5  -2 jam sekali jalan. Kasihan anaknya, nanti terlalu lelah di jalan. Contoh lain, misalnya kualitas sekolah sudah oke, namun uang pangkal dan uang bulanan lebih dari budget dan membuat penyusunan anggaran keluarga sulit. Kita pun harus memikirkan ‘uang sosial’, misal uang arisan, makan-makan saat menunggu anak pulang sekolah, uang untuk beli kado atau membuat perayaan ultah, maupun uang untuk membeli mainan atau benda-benda yang sangat mungkin diminta anak bila melihat kebanyakan temannya punya.

Banyak pula orang tua yang bertanya apakah perlu kelompok bermain atau boleh langsung ke TK. Hal ini tentu dikembalikan lagi kepada kebutuhan dan kesiapan anak. Misalnya ambil contoh, orang tua awalnya ingin anak langsung masuk TK. Namun, melihat temperamen anak yang slow-to-warm up dan sebelumnya selalu menempel dengan orang tua, orang tua khawatir kalau langsung TK dengan jam sekolah panjang dan setiap hari, anak akan kaget dan berujung mogok. Akhirnya, orang tua bisa ikutkan anak ke kelompok bermain yang hanya berdurasi 2 jam sehari dan 3 kali seminggu. Itu pun awalnya butuh masa adaptasi sekitar 2 bulan sampai tidak lagi menangis saat ditinggal.

Apa akibatnya jika anak sekolah terlalu dini?

Di satu sisi, orang tua khawatir bila anak tidak sekolah ia akan ketinggalan dibanding teman sebayanya. Di sisi lain, orang tua juga khawatir kalau sekolah terlalu dini akan membuat anak jenuh dan waktu besar tidak lagi minat sekolah. Sebenarnya, bila sekolah yang dipilih sesuai dengan kebutuhan dan karakter anak, serta memperhatikan tahapan perkembangan, anak akan senang-senang saja. Ia akan menikmati waktu sekolah karena baginya itu bermain. Kuncinya adalah ekspektasi kita sebagai orang tua ke anak, juga tuntutan sekolah sebagai pendidik, yang tidak berlebihan. Too much too soon, won’t bring any good.

 

Jadi… kapan mau memasukkan anak ke sekolah? Semoga sudah lebih terbayang ya!

 

Penulis: Orissa Anggita Rinjani, M.Psi, Psikolog

 

Referensi

UNICEF. (2012). School Readiness and Transitions: A companion to the Child Friendly Schools Manual.

Zero to Three. (2004). Getting Ready for Schools Begin at Birth: How to Help Your Children Learn in the Early Years. MetLife Foundation.

Understanding Families Engagement Outcomes: Research to Practice Series. (2013). https://eclkc.ohs.acf.hhs.gov/hslc/tta-system/family/docs/rtp-series-families-as-lifelong-educators.pdf

https://childdevelopment.com.au/areas-of-concern/school-readiness/

https://childdevelopment.com.au/resources/child-development-charts/school-readiness-preparation-tasks-activities/

http://www.leapfrog.com/en-us/learning-path/articles/preschool-skills-checklist

http://www.leapfrog.com/en-us/learning-path/articles/kindergarten-skills-checklist

Artikel Lainnya