Kekerasan dan Pendidikan
  1. Home
  2. Kekerasan dan Pendidikan
icon user

Rumah Dandelion Official

Remaja

Kekerasan dan Pendidikan

Bicara soal pendidikan di Indonesia, suka tidak suka perlu mengangkat tentang kekerasan yang terjadi di dalamnya. beberapa waktu lalu terjadi, guru meninggal karena dipukul murid yang tak terima ditegur di kelas. Tidak lama sesudahnya, ada cerita siswa diminta menjilat lantai kamar mandi sebagai hukuman di sekolah. Nanti di awal tahun ajaran baru, biasanya senioritas dan bullying terjadi. Belum lagi kekerasan yang terjadi dalam tawuran pelajar.

Jika kita mau menghentikan kekerasan di lingkungan pendidikan, kita tidak bisa bergerak hanya dari peristiwa yang muncul. Kekerasan itu bisa muncul karena ada pola yang harus diputus. Menurut penelitian, karakteristik yang kerap muncul dari anak yang melakukan kekerasan adalah: 1. Hukuman yang bersifat agresif dari orang dewasa di sekitarnya, 2. Hambatan lain dalam diri yang membuatnya frustrasi.
(https://www.peoples-law.org/what-leads-children-become-aggr…)

Mari bicara yang no. 1 dulu. Hukuman yang bersifat agresif dari orang dewasa di sekitarnya. Anak akan memukul, ketika dia hanya tahu kalau marah harus memukul. Anak akan melempar barang, ketika dia melihat marah ya harus lempar barang. Atau, anak akan tumbuh menjadi orang yang sinis dan senang menyakiti orang lain dengan kata2, ketika dia diperlakukan demikian juga.

Bagaimana dengan karakteristik yang no. 2? hambatan lain seperti apa? Banyak macamnya, tapi biasanya yang paling mendesak anak untuk melakukan kekerasan adalah rendah diri. Ketika anak dipermalukan di depan umum, direndahkan, dinilai tidak pantas, maka anak menjadi frustrasi. Marah dan frustrasi terhadap ketidakmampuan diri, merasa diri tidak diterima dengan baik oleh sekitarnya itu menyakitkan lho.. kombinasi ini yang akhirnya memunculkan kekerasan oleh anak.

Masalahnya, perilaku ini bisa terbawa sampai dewasa, dan ketika dewasa, anak ini semakin yakin kekerasan itu wajar dilakukan. Itulah mengapa banyak orang dewasa merasa main hakim sendiri adalah hal yang wajar. Ketika melihat para pelaku main hakim sendiri, kadang saya berpikir, kehidupan apa yang mereka jalani, sampai sepahit itu? Sampai-sampai mereka merasa pantas menghilangkan nyawa orang lain. Atau, yang baru-baru ini terjadi, seorang laki-laki dewasa menendang anak balita di tempat bermain.

Jadi bicara soal rantai kekerasan tidak pernah bicara tentang anak zaman sekarang yang susah diurus, atau bukan bicara tentang guru yang tidak becus mengajar. Ada lingkaran perilaku yang harus diputus. Dan lingkaran itu tidak akan putus kalau kita tidak menganggap anak sebagai manusia yang setara dengan orang dewasa. Mereka bisa kecewa, marah, sakit hati, frustrasi. Mereka butuh pertolongan. Bukan penolakan.

Artikel Lainnya