Ya, bekerja dapat memberikan dampak positif pada diri ibu dan juga anak. Apakah pemahaman ini lantas menjadikan ibu pekerja bebas rasa bersalah saat harus meninggalkan anak bersama pengasuh? To be honest, most likely not. Apalagi pas anak menangis saat ditinggal kerja atau lagi sakit. Well, we can’t have it all perfectly, but we can try to balance our two worlds. Baca yuk tips-tipsnya!
Ingat-ingat tujuan kita bekerja
Daripada sibuk berpikir “yah ninggalin anak lagi” atau “duh, hari ini ketinggalan momen apa ya?” lebih baik berpikir manfaat yang bisa kita berikan dengan bekerja pada diri sendiri, anak, kontribusinya pada keluarga ataupun orang lain. Fokus pada hal positifnya dulu.
Pastikan pasangan mendukung
Sebelum memutuskan bekerja (apakah itu full time, part time, atau punya bisnis sendiri di rumah), penting untuk mendiskusikan dengan pasangan apa value dari pekerjaan kita. Dukungan suami sangat penting karena berpengaruh terhadap pencarian solusi saat ada konflik keluarga – rumah tangga, serta untuk menghindari rasa bersalah misalnya karena kita tidak lagi sempat memasak setelah pulang kerja, atau munculnya kebutuhan menitipkan anak di daycare. Untuk ibu yang bekerja di rumah, cobalah buat kesepakatan dengan pasangan. Siang ibu mengurus anak, malam ayah yang mengurus karena ibu perlu meladeni pelanggan online shop-nya. Studi menunjukkan bahwa pria yang datang dari keluarga ibu pekerja akan lebih mendukung istrinya untuk bekerja dan mau berkontribusi di urusan rumah tangga.
Libatkan pasangan dan anak dalam mengerjakan urusan rumah tangga
Sesuaikan ekspektasi dan tak perlu terlalu dipermasalahkan kalau suami mengerjakan dengan cara yang berbeda atau tak sesempurna yang diharapkan. Ingat pula bahwa anak juga boleh dan bisa dilibatkan untuk membantu (tetap pilih-pilih tentunya), sehingga tidak semua urusan rumah tangga perlu ditunda saat anak-anak sudah terlelap.
Usahakan untuk mencari tempat kerja yang ramah anak dan family-oriented
Riset yang diadakan oleh http://workingmother.com menunjukkan bahwa faktor fleksibilitas kini menjadi poin yang lebih penting bagi ibu pekerja dalam memilih tempat kerja dan juga menentukan kepuasan, daripada besarnya gaji. Fleksibel disini bisa berarti jam kerja yang tidak tentu (bisa datang lebih siang karena mengantar anak sekolah atau ijin pulang lebih cepat karena menghadiri recital piano anak, yang penting jumlah jam per minggu tetap), atau bisa membawa anak ke kantor di saat asisten rumah tangga mudik, atau boleh kerja dari rumah bila tidak memungkinkan datang ke kantor karena sakit.
Be 100% at home and 100% at work
Bangun rutinitas yang membuat kerjaan di kantor lebih efisien jadi tidak perlu bawa pekerjaan pulang. Saat di rumah, tahan diri untuk tidak sering-sering cek email atau pekerjaan. Buat yang kerja di rumah, bagi slot waktu. Daripada bekerja sambil dirusuhin anak dan ujungnya tidak kelar juga, lebih baik plot 1 jam bekerja dan 1 jam main (find what works best for you!). Saat sedang main bersama anak, be truly present.
Tetap melakukan kontak dengan anak meski terpisah
Beberapa hal yang bisa dilakukan misalnya merekam nyanyian kita atau suara saat membacakan cerita di gawai dan tinggalkan bersama pengasuh untuk diputar ulang, telepon / video call anak saat jam makan siang, memberikan sesuatu yang spesial bila sudah mengetahui bahwa kita akan absen di acara tertentu yang penting baginya. Ini akan membuat anak tetap merasa dekat dan diperhatikan meski berjarak.
Adakan kegiatan keluarga
Menyediakan waktu yang berkualitas untuk anak dan keluarga tetap penting dan tidak tergantikan untuk menguatkan bonding. Saat akhir pekan, rencanakan pergi ke suatu tempat wisata, bermain board games, menonton film, atau membuat suatu project. Buatlah suatu rutinitas bersama yang menjadi saat yang dinanti-nantikan oleh seluruh anggota keluarga. Saat hari kerja, sebisa mungkin ada pula rutinitas yang dilakukan dengan anak. Misalnya membacakan cerita sebelum tidur, atau memandikan anak di pagi hari.
Time hacks
Kunci penting lain untuk menyeimbangkan urusan rumah tangga dan keluarga adalah menghemat waktu. Beberapa hal yang bisa dilakukan misalnya, tentukan 1 hari untuk memasak, sehingga di hari-hari lain hanya tinggal memanaskan saja. Hindari keriwehan dan kehebohan di pagi hari dengan menyiapkan bekal dan seragam anak (atau kebutuhan sekolah lainnya) di malam hari.
Perhatikan kebutuhan diri sendiri
Happy mom, happy child, happy family. Memanjakan diri sesekali merupakan kebutuhan bukan hanya bagi diri, tetapi juga bagi keluarga. Saat merasa bahagia, maka secara mental kita akan lebih siap menjalankan peran sebagai ibu. Sisipkan di antara jadwal padat kita untuk pergi ke salon, belanja, baca novel, ikut kelas yoga, atau kegiatan lainnya yang menjadi hobi dan membuat kita senang dan relaks. Kumpul-kumpul bersama (atau sesi curcol) sesama ibu pekerja juga bisa jadi ajang pelepasan emosi yang membantu kita recharged, to feel that we’re not alone. Psssttt kebutuhan diri juga bisa termasuk punya jadwal kencan dengan pasangan lho.
You don’t have to do it all
Ingatlah wahai ibu, tidak semua hal harus dikerjakan sendiri, tidak semua masakan perlu homemade, tidak semua acara sekolah harus dihadiri. Tidak sempat membacakan cerita sesekali karena perlu lembur, tidak langsung menjadikan kita ibu yang buruk. Untuk hal-hal yang sangat menyita waktu dan bisa cari tenaga outsource, lakukanlah. Misal, panggil go-clean untuk bersihkan toilet dan garasi, atau kirim cucian yang menumpuk ke laundry.
Penulis: Orissa Anggita Rinjani, M.Psi, Psi
Referensi
Moms@Work: The Working Mother Report. http://www.workingmother.com/momswork
https://www.workingmomsagainstguilt.com/8-essential-tips-every-mom-needs-for-work-life-balance-2/
Children Benefit from Having a Working Mom. http://www.hbs.edu/news/articles/Pages/mcginn-working-mom.aspx