Tinggal Terpisah dengan Anak
  1. Home
  2. Tinggal Terpisah dengan Anak: Haruskah?
icon user

Rumah Dandelion Official

Remaja

Tinggal Terpisah dengan Anak: Haruskah?

Beberapa bulan terakhir pemberitaan ramai oleh isu pemisahan anak dan orang tua terkait dengan kebijakan imigrasi USA. Sulit rasanya membayangkan anak yang dipisahkan secara paksa dari orang tua, terlebih untuk waktu yang tidak diketahui seberapa lama.

Namun tanpa disadari, di Indonesia sendiri tidak jarang keluarga melakukan hal itu. Misalnya saja, orang tua yang menitipkan anaknya ke kampung atau ke rumah kerabat karena berbagai alasan, anak nakal dan perlu diatur, atau karena kelahiran adik baru. Sebenarnya, bagaimakah dan seberapa besar efek dari pemisahan antara orang tua dan anak?

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Howard dkk (2011), keterpisahan antara ibu dan anak dapat berpengaruh pada munculnya perilaku agresif  pada anak. Semakin muda usia anak ketika berpisah dengan orang tua (dalam hal ini ibu), maka semakin besar pula tingkat agresivitasnya.

Bagi anak, orang tua adalah figur yang dapat memberikan rasa aman dan nyaman. Kelekatan yang dibangun antara orang tua dan anak merupakan pondasi yang penting bagi perkembangan anak dimasa selanjutnya.

Perpisahan, terlebih lagi jika dilakukan secara terpaksa, dapat menimbulkan efek yang negatif bagi anak. Anak dipisah dari orang tua, figur yang diharapkan memberikan rasa aman serta dari lingkungan yang akrab bagi mereka serta dipaksa untuk beradaptasi dengan lingkungan serta orang-orang yang baru. Sebagai orang dewasa saja belum tentu mudah untuk beradaptasi, terlebih bagi anak yang harus tinggal jauh dari orang tua. Hal itu dapat menimbulkan stress, yang jika berlangsung secara intensif dan terus-menerus, dapat berakibat buruk pada perkembangan otak maupun kesehatannya.

Penelitian menunjukkan bahwa perpisahan yang dilakukan secara mendadak dan tiba-tiba dapat membuat anak mengalami ketakutan yang intens, depresi, dan rasa tidak berdaya. Hal itu tidak saja dialami oleh anak yang masih kecil, tapi juga anak yang lebih besar, pra remaja misalnya. Bahkan kita orang dewasa pun masih merasa membutuhkan orang tua kita, terutama di saat-saat tertentu, seperti sakit.

Bagi anak, dukungan dan kata-kata penuh kasih dari orang tua merupakan hal yang penting untuk mengembangkan rasa percaya diri mereka. Bayangkan ketika anak menyadari bahwa ia perlu tinggal terpisah dari orang tua karena perilakunya yang dianggap sulit (nakal) atau bahwa orang tuanya memiliki prioritas yang lain (mengasuh adik), tentu saja akan mempengaruhi pandangannya mengenai dirinya sendiri. Ia akan merasa bahwa dirinya buruk, sehingga menyebabkan orang tuanya tidak lagi mau tinggal bersama dengan anak.

Anak dapat mengalami rasa marah akibat perpisahan yang terpaksa. Namun karena mereka tidak dapat mengekspresikan marah ke orang tua, rasa marah tersebut dapat dipendam dalam hati atau diwujudkan dalam perilaku yang lain, seperti misalnya menjadi lebih memberontak atau tidak mau diatur. Dalam jangka panjang, hal itu bisa mempengaruhi hubungannya dengan orang lain.

 

Sumber:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3115616/

https://www.psychologytoday.com/us/blog/nurturing-self-compassion/201806/damage-separating-families

Artikel Lainnya